Pemerintah
diminta berkomitmen melakukan riset terpadu menghasilkan peta tangkapan ikan
lebih akurat. Dengan peta akurat ditambah informasi lengkap, diharapkan
perikanan tangkap berkelanjutan bisa terwujud.
Desakan
itu muncul pada forum diskusi kelompok terarah yang diadakan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
bertajuk “Memaksimalkan Informasi Potensi Ikan bagi Nelayan”, di Jakarta, Senin
(30/6).
Guru
Besar pada Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral ITB Safwan Hadi
mengatakan, berbagai penelitian yang disajikan para pakar ternyata saling
melengkapi. Riset ENSO-IOD terhadap upwelling,
keberagaman ikan dengan perilaku variatif, dinamika perairan pantai, dan
data tangkapan yang ada perlu disatukan pada suatu riset yang fokus pada lokasi
penangkapan ikan.
“Harus
ada penelitian terintegrasi melibatkan perguruan tinggi, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT); Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP); Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG); serta pihak swasta atau publik,” ujarnya. Jika tidak ada
tindak lanjut, “semua penelitian akan sia-sia dan tidak bermanfaat maksimal.”
Usulan
itu disambut baik peserta diskusi dan semua mengharapkan ada pihak yang bisa
berinisiatif mengumpulkan para pakar dan institusi terkait.
Para
pakar kelautan dan perikanan pada pertemuan itu memberi berbagai masukan yang
dapat digunakan meningkatkan kualitas prakiraan daerah penangkapan ikan terkait
akurasinya, perluasan wilayah (spasial), dan jangka waktu (temporal), serta
pentingnya meneliti perilaku ikan.
Sejak
tahun 2000, BPOL telah menghasilkan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan
(PPDPI) yang diterbitkan dua kali seminggu untuk empat titik wilayah di selatan
Jawa. Kepala BPOL Agus Setiawan mengatakan, PPDPI diperoleh dari pengolahan
data permukaan.
“Peta
itu membantu nelayan membuat keputusan apakah bisa melaut atau tidak dan kemana
harus pergi,” ujar Agus. Kami juga membuat Peta Lokasi Penangkapan Ikan Tuna
(Pelikan) di wilayah penangkapan perairan Samudera Hindia di selatan Pulau Jawa
– Bali,” ujarnya.
Data
yang bisa menjangkau lima hari ke depan itu disajikan daring dan didesiminasi
melalui jasa pesan pendek, serta melibatkan pihak pelabuhan dan pemerintah
daerah. Pemkab Indramayu, misalnya, aktif meneruskan informasi ini kepada
nelayan.
Menurut
Agus, dari verifikasi nelayan, tingkat kebenaran data itu 80 persen. Namun,
umpan balik dari nelayan belum maksimal.
Sumber:
KOMPAS Tanggal 2 Juli 2014.
Relasi Artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar